Jakarta, Psikoloi Zone – Miris, galau sudah menjadi tren bagi kalangan remaja
di Indonesia. Padahal galau yang memiliki intensitas yang terlalu
sering, bisa mengakibatkan gangguan kejiwaan pada remaja. Gangguan
tersebut dinamakan dengan bipolar, yaitu sebuah bentuk gangguan jiwa
yang bersifat episodik atau berulang dalam jangka waktu tertentu.
Gangguan ini biasa dimulai dari gejala perubahan mood (suana hati) dan
bisa terjadi seumur hidup.
“Remaja yang dikenal sedang mengalami masa-masa galau, memang sangat
mudah terserang depresi,” ungkap Dr A. A. Ayu Agung Kusumawardhani,
SpKJ(K) Kepala Departemen Psikiatri RSCM.
Seseorang harus jeli melihat gejala bipolar sebagai bentuk penyesuaian diri atau sudah merupakan episode depresi.
“Kita harus lihat apakah itu hanya berupa penyesuaian diri pada
keadaan atau kah sudah merupakan episode depresi,” kata Agung saat dalam
seminar ‘Gangguan Bipolar: Dapatkah Dikendalikan?’ di Hotel JW Marriott
Jakarta, Rabu (25/4).
Episode depresi biasa terjadi pada penderita bipolar, minimal setiap hari selama dua minggu.
“Hal ini dapat terlihat dari perilakunya, yang tidak mau bertemu
dengan orang-orang, pesimistik, memikirkan sesuatu yang nihilistik, maka
kemungkinan untuk dapat terpicu bipolar 30 persen,” papar Agung.
Perlu dibedakan antara depresi reaktif dan depresi pada gangguan
bipolar. Tentu cara membedakannya dengan melakukan serangkaian tes
tertentu. Hal ini diucapkan oleh dr.Handoko Daeng, SpKJ(K) Ketua Seksi
Bipolar Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI),
yang saat itu hadir dalam acara seminar.
“Jenis depresi yang berbeda, karena setiap orang pasti dapat
merasakan sedih dan pesimis. Namun bila itu terjadi terus menerus atau
disebut sebagai episode depresi, maka perlu dikhawatirkan,” jelas Daeng.
Beberapa masalah lain yang perlu diperhatikan adalah gangguan bipolar
bisa mengakibatkan bunuh diri bagi penderitanya. Angka bunuh diri yang
diakibatkan gangguan bipolar 20 kali lebih tinggi dibanding angka bunuh
diri dalam populasi umum tanpa gangguan bipolar, yaitu 21,7 persen
dibanding satu persen.
Ia mengatakan, bila dibandingkan dengan penderita skizofrenia,
bipolar juga 2-3 kali berpotensi melakukan tindakan bunuh diri. Ada
sekitar 10 hingga 20 persen penderita bipolar mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, dan 30 persen lainnya pernah mencoba bunuh diri. (ant/mba)
http://www.psikologizone.com/galau-bisa-menyebabkan-gangguan-kejiwaan/065116389
Minggu, 17 Juni 2012
65 persen anak indonesia belum akses paud
Purworejo, Psikologi Zone – Tidak semua anak di Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam akses Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD). Hanya 35 persen saja yang sudah mendapatkan
pelayanan PAUD. Jumlah ini sekitar 10.150.000 dari 29 juta anak di
seluruh Indonesia. Sedangkan 65 persen sisanya atau 18.850.000 anak
belum memiliki kesempatan mengakses layanan PAUD.
Hal ini disampaiakan oleh Prof Dr Lydia Freyani Hawadi Psi, Dirjen PAUDNI Kemendiknas pada saat kunjungan kerja di Kabupaten Purworejo, Selasa (10/4). Ia bersama dengan Dr Nugaan Yulia Wardani Siregar Psi Direktur Pembinaan PTK-PAUDNI, Dr Erman Syamsuddin Direktur Pembinaan PAUD, Drs Zulkifli Akbar Psi MSi Asdep Kepanduan, dan Dr Ade Kusmiadi MPd Kapus P2NFI Semarang.
Lydia mengungkapkan bahwa pihak pemerintah memiliki kemampuan yang sangat terbatas, sehingga penyelenggaraan PAUD sebisa mungkin bukan hanya menjadi tanggung jawab dan tugas pemerintah. Ia berharap kepedulian pihak swasta ikut serta dalam penyelenggaraan PAUD di lingkungan masyarakat.
“Kami menargetkan tahun 2015 setidaknya 75 persen anak-anak di Indonesia sudah bisa terlayani PAUD. Ini butuh kepedulian pihak swasta, misalnya dengan mendirikan PAUD di desa-desa. Bantuan dari pemerintah sifatnya hanya stimulan saja,” katanya.
Menurutnya, kendala lain adalah kurangnya kualitas tenaga pengajar PAUD di Indonesia. Sebanyak 50 persen belum memiliki kualifikasi S1. Kondisi semacam ini membuat standar pendidikan PAUD belum terpenuhi seperti halnya Permendiknas Nomor 58 tahun 2009.
“Tapi walaupun begitu kami memberikan apresiasi kepada para pendidik yang sudah tulus ikhlas melakukan pengabdiannya,” ungkapnya.
Lydia juga meminta kepada PGTKI dan HIMPAUDI di seluruh kabupaten/kota di Indonesia untuk lebih mendukung dan memberikan berbagai kegiatan guna meningkatkan mutu tenaga pengajar. Pihak PGTKI dan HIMPAUDI bisa melakukan kegiatan peningkatan SDM melalui kursus bagi tenaga pengajar.
Sampai saat ini Kemendiknas masih belum memutuskan untuk memberikan standar akreditasi PAUD. “Kami belum menerapkan sistem akreditasi PAUD,” kata Lydia. (sm/mba)
http://www.psikologizone.com/65-persen-anak-indonesia-belum-akses-paud/065116139
Hal ini disampaiakan oleh Prof Dr Lydia Freyani Hawadi Psi, Dirjen PAUDNI Kemendiknas pada saat kunjungan kerja di Kabupaten Purworejo, Selasa (10/4). Ia bersama dengan Dr Nugaan Yulia Wardani Siregar Psi Direktur Pembinaan PTK-PAUDNI, Dr Erman Syamsuddin Direktur Pembinaan PAUD, Drs Zulkifli Akbar Psi MSi Asdep Kepanduan, dan Dr Ade Kusmiadi MPd Kapus P2NFI Semarang.
Lydia mengungkapkan bahwa pihak pemerintah memiliki kemampuan yang sangat terbatas, sehingga penyelenggaraan PAUD sebisa mungkin bukan hanya menjadi tanggung jawab dan tugas pemerintah. Ia berharap kepedulian pihak swasta ikut serta dalam penyelenggaraan PAUD di lingkungan masyarakat.
“Kami menargetkan tahun 2015 setidaknya 75 persen anak-anak di Indonesia sudah bisa terlayani PAUD. Ini butuh kepedulian pihak swasta, misalnya dengan mendirikan PAUD di desa-desa. Bantuan dari pemerintah sifatnya hanya stimulan saja,” katanya.
Menurutnya, kendala lain adalah kurangnya kualitas tenaga pengajar PAUD di Indonesia. Sebanyak 50 persen belum memiliki kualifikasi S1. Kondisi semacam ini membuat standar pendidikan PAUD belum terpenuhi seperti halnya Permendiknas Nomor 58 tahun 2009.
“Tapi walaupun begitu kami memberikan apresiasi kepada para pendidik yang sudah tulus ikhlas melakukan pengabdiannya,” ungkapnya.
Lydia juga meminta kepada PGTKI dan HIMPAUDI di seluruh kabupaten/kota di Indonesia untuk lebih mendukung dan memberikan berbagai kegiatan guna meningkatkan mutu tenaga pengajar. Pihak PGTKI dan HIMPAUDI bisa melakukan kegiatan peningkatan SDM melalui kursus bagi tenaga pengajar.
Sampai saat ini Kemendiknas masih belum memutuskan untuk memberikan standar akreditasi PAUD. “Kami belum menerapkan sistem akreditasi PAUD,” kata Lydia. (sm/mba)
http://www.psikologizone.com/65-persen-anak-indonesia-belum-akses-paud/065116139
menggambar, stimulasi perkembangan otak anak
Jakarta, Psikologi Zone – Bila Anda memiliki anak
yang aktif menggambar dan mewarnai, maka Anda perlu bersyukur. Kegiatan
tersebut sangat membantu untuk perkembangan otak anak. Hal ini
disampaikan oleh Harlina Hamid, S.Psi, M.Si, M.Psi, Psikolog, Ketua Jurusan Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM).
“Mewarnai dan menggambar membantu menjalankan fungsi berpikir si anak melalui ide-ide yang dituangkannya. Ini dapat mengasah otak halus dan kasar. Terutama bermanfaat untuk perkembangan otak halusnya,” terangnya, Kamis (24/5).
Ia menyarankan, kebiasaan untuk menggambar dan mewarnai perlu dikenal sejak usia dini. Menurutnya, usia satu tahun adalah usia yang tepat untuk mengenalkan alat menggambar seperti pensil, walaupun hanya sebatas memegang. Bila usia anak telah mencapai dua tahun, orang tua bisa mulai mengajarkan untuk menggambar dan mewarnai, walaupun hanya corat-coret.
Ibu dua putra ini mengatakan, berbagai macam warna juga bagus untuk dikenalkan sejak dini. “Warna-warni itu sebagai penyeimbang otak mereka. Justru bagus dikenalkan semuanya. Begitu juga dengan obyek gambar terserah dengan keinginan anak,” jelasnya.
Walaupun demikian, Harlina Hamid juga menyarankan untuk mengenalkan benda atau objek sekitar pada anak. “Bisa gambar burung atau bunga yang biasa dilihat si anak. Namun, lebih bagusnya biarkan anak berpikir bebas atau out of the box yang diluar kebiasaan.”
Sementara itu, manfaat kegiatan ini menurut Guru Besar Bidang Psikologi UNM, Prof Dr Muhammad Jufri, S.Psi, M.Si adalah melatih motorik kasarnya menjadi motorik halus. “Selain itu, melatih imajinasi anak misalnya pada tema-tema tertentu ketika dia menggambar,” paparnya.
Ia mengingatkan, orang tua perlu untuk tetap mengapresiasi setiap hasil karya yang dibuat anak, apapun bentuknya. (fjr/mba)
http://www.psikologizone.com/menggambar-stimulasi-perkembangan-otak-anak/065116787
“Mewarnai dan menggambar membantu menjalankan fungsi berpikir si anak melalui ide-ide yang dituangkannya. Ini dapat mengasah otak halus dan kasar. Terutama bermanfaat untuk perkembangan otak halusnya,” terangnya, Kamis (24/5).
Ia menyarankan, kebiasaan untuk menggambar dan mewarnai perlu dikenal sejak usia dini. Menurutnya, usia satu tahun adalah usia yang tepat untuk mengenalkan alat menggambar seperti pensil, walaupun hanya sebatas memegang. Bila usia anak telah mencapai dua tahun, orang tua bisa mulai mengajarkan untuk menggambar dan mewarnai, walaupun hanya corat-coret.
Ibu dua putra ini mengatakan, berbagai macam warna juga bagus untuk dikenalkan sejak dini. “Warna-warni itu sebagai penyeimbang otak mereka. Justru bagus dikenalkan semuanya. Begitu juga dengan obyek gambar terserah dengan keinginan anak,” jelasnya.
Walaupun demikian, Harlina Hamid juga menyarankan untuk mengenalkan benda atau objek sekitar pada anak. “Bisa gambar burung atau bunga yang biasa dilihat si anak. Namun, lebih bagusnya biarkan anak berpikir bebas atau out of the box yang diluar kebiasaan.”
Sementara itu, manfaat kegiatan ini menurut Guru Besar Bidang Psikologi UNM, Prof Dr Muhammad Jufri, S.Psi, M.Si adalah melatih motorik kasarnya menjadi motorik halus. “Selain itu, melatih imajinasi anak misalnya pada tema-tema tertentu ketika dia menggambar,” paparnya.
Ia mengingatkan, orang tua perlu untuk tetap mengapresiasi setiap hasil karya yang dibuat anak, apapun bentuknya. (fjr/mba)
http://www.psikologizone.com/menggambar-stimulasi-perkembangan-otak-anak/065116787
defenisi berpikir ilmiah
- Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. (Hillway,1956).
- Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. uripsantoso.wordpress.com
- (Menurut Salam (1997:139)Pengertian berpikir ilmiah)
1) Proses atau aktivitas manusia untuk menemukan/
mendapatkan ilmu.
2) Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan.
3) Sarana berpikir ilmiah.
4) Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
5) Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan
dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
6) Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya
dengan baik.
7) Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode
ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah
adalah membantu proses metode ilmiah.
- Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan [akal] yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,)
- Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.( Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
- Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman)
- Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.(wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas)
- Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran
- Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S. Suria Sumantri, 1984)
- Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh mulyana Mubarak, SE)
Langganan:
Postingan (Atom)